Guestbook

Salam Budaya

ini adalah "rumah kita", semua orang boleh dan berhak menghiasi "rumah" ini. Silakan kirimkan tulisan-tulisan (puisi, cerpen, essai, artikel, novelet, ceriba bersambung, atau bahkan resep makanan) atau gambar-gambar pementasan (file:JPEG max.150KB), atau berita/informasi dan agenda kesenian dan kebudayaan yang ada di kota anda, kirim ke :

hompimpah.feumm@yahoo.com


Rabu, 07 Mei 2008

Anak Buangan # 1

# 1

Kepada bayangan cermin di hadapannya ia berkata, “Siapakah sejatinya dirimu?”

***

Lama sekali aku menatap bayanganku sendiri di cermin itu. Ku tatap dalam-dalam di matanya, ku amati seluruh bagian yang terlihat. Aku sudah mengenalnya dengan baik di satu sisi, begitu akrab bagiku, tetapi bayangan di cermin itu seperti menyembunyikan sisi lain diriku yang aku sendiri meragukan apakah aku telah mengenal dan memahaminya.

“Siapakah sejatinya aku?”

Sebenarnya itu pertanyaan sederhana yang --mungkin hampir-- semua orang pernah mempertanyakannya. Sudah sekian lama pertanyaan itu mengendap-endap di kepalaku dan belum kunjung menemukan jawabannya. Bertahun-tahun sudah lamanya dan teka-teki itu belum tuntas juga. Mungkin karena kedangkalan nalarku sehingga aku tidak bisa melakukan identifikasi atas diriku sendiri. Atau karena begitu kompleksnya diriku sehingga memunculkan banyak pemahaman padahal aku menginginkan pemahaman tunggal. Atau sebab sedemikian sederhananya sedangkan aku terlanjur asik dengan retorika-retorika yang rumit. Atau lantaran ketidakmampuanku berlaku jujur terhadap diri sendiri sehingga kebenaran-kebenaran atas diriku tertutup oleh kebohongan dan kepura-puraan. Atau… entahlah.

Kenyataannya setiap kali aku berdiri didepan cermin, sendiri, selalu muncul pertanyaan itu. “Siapakah sejatinya diriku?”, itu lagi, itu lagi.

Itulah yang jadi masalahku kini. Kadang itu membuatku marah. Tentu saja marah pada diriku sendiri. Begitu bebalnyakah aku. Lihat, permasalahan-permasalahan pelik kebanyakan berhasil aku pecahkan dengan baik dan tuntas. Ketika teman-teman datang padaku meminta jawaban atas persoalan mereka, aku hampir selalu bisa memberikan solusi-solusi dan mereka menjadi lega hatinya. Saat perusahaan tempat aku bekerja dilanda prahara, aku pun bisa menyelesaikannya dengan baik. Tapi aku gagal menyelesaikan soal diriku sendiri! Sungguh sebuah ironi yang sempurna.

“Siapakah sejatinya diriku?”

...............bersambung.................................................................................................................................

( Ray Asmoro )
http://rayasmoro.blogspot.com